Hai.. hai.. setelah sekian lama, akhirnya saya bisa kembali membuka blog ini. Maaf karena selama satu bulan ini jadwal kegiatan di sekolah masih full, jadi masih jarang update. Untuk sementara ini, karya puisinya masih belum, jadi saya beri cerpen dulu ya. Enjoy!!
~jika ada salah kata, saya mohon maaf~
Sang
Pengembara
“ Tidakk!!” teriak seseorang dari dalam kamar. “Ada apa, Pangeran?”tanya seorang pelayan
yang langsung masuk ke kamar Pangeran, karena khawatir telah terjadi sesuatu. Pangeran
pun langsung menjawab, “Tidak apa, pelayan. Hanya mimpi buruk saja.” “Maaf
Pangeran, tadi saya hanya takut telah terjadi sesuatu pada Pangeran.”kata
pelayan itu yang lalu pamit meninggalkan kamar Pangeran. Pangeran bermimpi
bahwa hanya dalam hitungan hari lagi dia akan diangkat menjadi seorang raja.
Tentu saja, dia menganggapnya sebagai mimpi buruk karena Ia tidak menginginkan
posisi raja dalam hidupnya.
Esok harinya, dia
menjalankan tugas yang diberikan oleh ayahnya, yakni bertemu dengan rakyat agar
kelak saat Pangeran menjadi seorang raja, Ia sudah mengetahui sedikit demi
sedikit keadaan kerajaan yang dipimpinannya. “Oh, aku malas sekali. Andai saja
aku tidak harus menjadi seorang Pangeran, dan bisa menjelajah dunia seorang
diri.”batinnya. Betapa bahagia hati rakyat saat melihat calon penerus takhta
ada di tengah-tengah mereka. Dengan terpaksa Pangeran pun memberikan senyuman
palsunya di hadapan rakyatnya. “Oh, Pangeran, apa yang harus kulakukan, semua
orang tidak ingin mendekatiku?”, “Pangeran, daganganku tidak laku, apakah kau mau membelinya?”, “Pangeran, aku
tidak memiliki uang lagi, aku bahkan tidak dapat membeli sebuah roti pun.”keluh
semua rakyat, saat melihat Pangeran berjalan di tengah-tengah kerumunan rakyat.
Dengan kesal, Pangeran pun memutuskan untuk segera kembali ke istana, “Bagaimana
bisa ayah bertahan menjadi seorang raja, dengan keluhan yang bertubi-tubi
ini?”batinnya.
“Bagaimana, Nak.
Apakah kamu sudah melihat wajah-wajah rakyat yang akan kau pimpin kelak?” tanya
sang raja, ketika melihat putera-nya kembali ke istana. “Ya, ayah. Aku bahkan
sudah mendengarkan semua keluhan mereka. Aku juga sempat berbincang dengan
beberapa warga.”katanya berbohong. “Bagus, Nak. Kamu akan menjadi raja yang
baik kelak.”timpal ayahnya sambil menepuk-nepuk pundak pangeran. Dengan wajah
datar, Ia memberi senyuman pada ayahnya, dan mengisyaratkan bahwa dia harus
kembali ke ruangannya. “Bagaimana bisa aku lari dari kenyataan ini? Aku sama
sekali tidak menginginkannya. Aku harus mencari cara agar aku tidak akan
menjadi raja.”pikirnya. Sementara itu, diluar sana, hujan semakin deras saja,
membuat sang Pangeran ingin menghilangkan penatnya dengan mengajak salah satu
pelayannya bermain catur.
“Lihat, lihat! Siapa
dia?”seru rakyat saat melihat seseorang dengan pakaian berwarna putih dan hijau
mendekati desa mereka. Langkah orang itu sangat lamban dan terlihat santai,
nampak sebuah harmonika di genggaman tangan kanannya. Karena takut, rakyat
segera melaporkan ini pada raja. Rakyat pun berseru-seru, “Yang Mulia,
seseorang datang dari arah utara. Orang itu mendekati desa kami. Lindungilah
kami, Yang Mulia.” Mendengar hal itu, raja pun segera melirik ke arah pangeran,
mengisyaratkan bahwa pangeran tahu apa yang harus diperbuatnya. “Baik, Yang
Mulia.”ujar Pangeran. Dengan menunggang kuda putih, diikuti dengan beberapa
pasukan kerajaan, Pangeran pun segera keluar dari wilayah istana, pergi ke arah
utara. Semakin dekat dan semakin dekat, lokasi Pangeran dan orang asing itu pun
sudah tidak terhitung jauh lagi. Melihat Pangeran dan pasukan kerajaan, tidak
membuat orang asing itu takut, justru memperlihatkan senyumnya pada mereka.
“Mau apa kamu,
kemari?”teriak Pangeran. Dengan santai orang itu menjawab, “Tidak apa-apa,
Tuan. Aku hanyalah seorang pengembara, jadi apa salahku jika aku singgah di
desa ini untuk sementara waktu?” “Pergi kau dari sini!”bentak Pangeran. “Aku
sudah berjalan sejauh ini, dan sekarang kau mau mengusirku begitu saja? Jangan
bercanda, aku tidak akan mungkin melakukannya.”katanya sambil tertawa kecil.
“Jangan menguji kesabaranku, pengembara!”ujarnya sambil mendekatkan pedangnya
ke leher pengembara tersebut. “Kau telah mengusirku, dan sekarang apa yang akan
kau lakukan dengan pedangmu itu? Apa kau pikir aku akan takut dengan sebuah
pedang dan semua prajuritmu ini? Aku adalah pengembara, aku menghadapi hal yang
lebih besar dan berbahaya dari sebilah pedang saja, Tuanku.”timpalnya santai.
Mendengar kata-kata tersebut, Pangeran langsung menyarungkan kembali pedangnya
yang tajam itu. Segera pengembara itu dibawa ke istana, rakyat yang melihatnya
langsung keheranan, “Mengapa Pangeran tidak membunuhnya saja? Pengembara itu
telah menghinanya.”bisik mereka.
“Yang Mulia, ini
adalah orang asing yang telah membuat rakyat resah.”kata salah satu pengawal.
Raja melihat ke arah Pangeran sambil berkata, “Berikan dia hukuman. Kudengar
dia juga menghinamu tadi.” Pangeran memandangi penampilan dan wajah pengembara
tersebut, tidak ada rasa takut di raut wajahmu. Pangeran yakin dia telah banyak
melewati kematiannya. “Aku memutuskan, bahwa orang ini... akan kuangkat menjadi
pelayanku.”ujarnya tiba-tiba. Raja pun terbelalak kaget saat mendengar
pernyataan putera-nya. “Apa yang kau lakukan?”tanya raja. “Tidak ayah, dia
bahkan tidak takut menghadapi kematiannya sendiri. Aku yakin, dia akan bisa
mengabdi pada kerajaan.”sahutnya. Senyum pengembara itu semakin lebar. Esok
harinya, sarapan bagi keluarga kerajaan tidak terlihat di atas meja makan.
Murkalah sang Pangeran. Dia mengumpulkan seluruh pelayan kerajaan untuk ditanya
satu-per satu. Tetapi anehnya, pelayannya, sang pengembara itu tidak ada dalam
deretan pelayan. Dicarinya pengembara itu. Pertama, menuju ke halaman istana,
tetapi tidak ada orang di halaman istana. Kedua, dicarinya ke dapur istana, tetapi nihil
hasilnya. Dan yang terakhir, menuju kamarnya. Ditemukannya sang pengembara itu
sedang asyik menikmati santapan yang dikhususkan hanya untuk keluarga kerajaan.
Pangeran pun mulai naik pitam.
“Beraninya
kau!”bentak pangeran.
“Apa salahku,
Pangeran? Aku hanya kelaparan, jadi aku makan saja apa yang ada.”jawabnya polos
“Sebaiknya kau jaga
batasanmu, karena disini kau hanyalah seorang pelayan. Kau bukan anggota
keluarga kerajaan.”bentaknya lagi.
“Tapi Pangeran,
kasihanilah aku. Satu kali ini saja.”pinta pengembara itu.
“Sudah tidak ada
lagi belas kasihan. Pertama, kau berani menghinaku, dan sekarang kau menyantap
semua hidangan untuk keluarga kerajaan. Dan tak tahukah kau, bahwa kau telah
menghinaku sekali lagi!”bentak Pangeran.
“Pangeran, beri aku kesempatan,
satu kali ini saja.”pintanya lagi.
“Tidak, pergilah kau
dari sini!”teriak Pangeran.
Pengembara itu,
melihat ke arah pangeran dengan penuh amarah. “Lihat saja, Pangeran, kau akan
bertekuk lutut di hadapanku.”batinnya sambil melangkah pergi. Pengembara itu pun pergi meninggalkan istana.
Dia berada di luar benteng kerajaan. Sekali lagi, dia menjadi pengembara.
Tetapi, tidak hanya itu, dia pergi tetapi dia tidak akan pergi. Dia pergi
dengan beban pikiran yang ada di kepalanya. Dia memikirkan sebuah strategi
untuk menghancurkan Pangeran. Sejenak, dia melihat ke arah harmonikanya.
Harmonika yang ajaib.
“Lihat! Pengembara
itu kembali lagi. Apa dia tidak malu?”bisik rakyat saat melihat pengembara
tersebut kembali lagi. Langkahnya sama seperti saat dia pertama kali
menginjakkan kaki di desa itu. “Aku sama sekali tidak bermaksud jahat. Aku di
sini untuk membantu kalian. Dan yang pertama adalah kamu.”katanya sambil
menunjuk ke arah seseorang. “Apa yang kamu keluhkan?”tanya pengembara itu.
“Daganganku tidak laku, Tuan.”jawab pedagang itu dengan gugup. Baiklah, tenang
saja aku akan membantumu. Pengembara itu langsung memainkan harmonika yang
tadinya dia pegang. Setelah memainkannya, pengembara itu berkata pelan,
“biarlah seluruh barang-barang ini terjual.”
Keesokan paginya, hampir setengah barang dagangan pedagang itu sudah
laku terjual. “Terima kasih, Tuan.”kata pedagang itu pada sang pengembara.
Pengembara itu hanya tersenyum saja. Mengetahui hal itu, seluruh rakyat memohon
bantuan padanya, dan tidak ada satupun yang tidak bisa dia lakukan. Itu semua
karena harmonika dan manteranya.
Sampai suatu saat
kerajaan akan menghadapi perang. Raja dan Pangeran pun mulai gelisah. Raja
khawatir akan kondisi rakyatnya setelah perang nanti. Rakyat pun memberi saran
pada raja, untuk meminta bantuan pada sang pengembara atau yang sekarang biasa
dipanggil Si Pemain Harmonika Ajaib. Karena rakyat sudah mendesak raja dan
memaksanya. Maka sudah tidak ada pilihan lain. Yang terusir pun kembali.
“Rencanaku berhasil.”batin pengembara itu. Raja dan Pangeran bertatapan muka
dengan si Pemain Harmonika Ajaib dan memohon agar dia mau membantu. “Lihatlah,
Pangeran. Aku telah kembali, untuk membantu kalian.”katanya angkuh. “Sekarang
aku ingin, kau melindungi seluruh kerajaan ini dan menghindari kami dari
perang.”jawabnya dengan nada datar. “Tentu saja.”jawabnya. Pengembara itu
langsung memainkan harmonika nya, seperti biasa, setelah memainkan
harmonikanya, dia membacakan mantera dengan penuh keangkuhan, layaknya dia
adalah orang yang akan dipuja, “Biarlah kerajaan ini terlindungi dari segala
yang jahat. Tidak ada satu orangpun yang boleh menyentuh kerajaan ini, jika dia
hanya akan berniat jahat. Kerajaan ini hanya akan diisi dengan kedamaian saja.”
Tidak sadar dengan apa yang dikatakannya, pengembara itu telah mengutuk dirinya
sendiri. Dia menginginkan Pangeran akan berlutut di hadapannya, bagaikan
dirinya adalah seorang raja.
Tiba-tiba, salah
satu pengawal membawakan sebuah surat yang menyatakan bahwa tidak akan ada
perang, kerajaan itu telah berdamai. Seluruh kerajaan pun bersukacita. “Terima
kasih, pengembara.”kata Yang Mulia. “Jadi, apa balasan untukku?”tanya
pengembara. Dengan spontan dan tegas, raja pun berkata, “Apapun yang kau
inginkan, aku akan mengabulkannya. “
Sungguh ini adalah kesempatan emas bagi si pengembara. “Aku inginkan
takhta mu Yang Mulia.”jawabnya tegas. Semua orang langsung melihat ke arahnya.
Para pengawal mulai mengambil pedang mereka. “Lancang sekali kau.”bentak raja.
“Bukankah kau seorang raja yang memiliki harga diri dan bertanggung jawab?
Sebagai seorang yang bertanggung jawab, seharusnya Yang Mulia juga dapat
mempertanggung jawabkan pernyataan Yang Mulia.”jawabnya. “Dasar picik!”ucapnya.
Semua persiapan
untuk pelantikan sudah hampir selesai. Jubah untuk pengembara yang akan menjadi
seorang raja itu sudah dipakaikan. Tetapi tiba-tiba, seluruh tubuhnya terasa
gatal. “Aduh.. gatal sekali. Apa bahan dari kain ini?”tanyanya sambil
menggaruk-garuk seluruh tubuhnya. “Dari kain terbaik yang pernah ada di
kerajaan ini, Tuanku.”kata salah satu pelayan. Tak berapa lama, muncullah borok-borok
di sekujur tubuhnya. Pelayan yang melihatnya pun merasa jijik dan
meninggalkannya. Berita ini langsung cepat tersebar. Kerumunan rakyat pun
berteriak-teriak di luar istana, “Kami tidak ingin seorang raja yang cacat!
Kami tidak ingin seorang raja yang cacat!” Ternyata, ini adalah akibat dari
mantera yang ia buat sendiri. Untuk kedua kalinya, pengembara itu kembali
diusir dari istana. Kini, Pangeran lah yang menjadi raja. Walaupun dia tidak
menginginkannya, tapi jika ini demi kebaikan semua orang, dia tidak bisa lari
dari kenyataan ini.
~jika ada salah kata, saya mohon maaf~
Angela
Comments
Post a Comment